Selasa, 19 Agustus 2008

Filsafat Binatang


Tiga jenis binatang kecil yang menjadi nama tiga surat dalam Alquran adalah semut 'Alnaml', laba-laba 'Alankabut', dan lebah 'Alnahl'. Ketiga binatang itu punya ciri yang khas dan unik. Semut menghimpun makanannya sedikit demi sedikit tanpa henti. Karena ketamakannya menghimpun makanan, binatang ini berusaha --dan sering berhasil-- memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya.

Laba-laba adalah binatang dengan sarang paling rapuh (QS 29:41). Meski demikian, sarang ini bukanlah tempat yang aman. Binatang kecil apa pun yang tersangkut di sana akan terjebak, disergap pemilik sarang, lalu tewas.

Sementara lebah memiliki insting --yang dalam bahasa Allah disebut "atas perintah Tuhan, ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal" (QS 16:68). Lebah sangat disiplin dalam pembagian kerja. Segala hal yang tidak berguna disingkirkan dari sarang. Dia tidak akan menggangu kecuali ada yang menggangunya, bahkan sengatan lebah pun bisa dijadikan obat.

Di zaman ini jelas ada yang berbudaya seperti semut: menumpuk dan menghimpun ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya). Budaya semut adalah "budaya mumpung". Ada juga yang "berbudaya seperti laba-laba", yang sifatnya boros. Budaya ini juga banyak terjadi di kalangan masyarakat modern. Mereka cenderung menyerap produk-produk baru yang belum tentu dibutuhkan.

Orang berbudaya seperti budaya laba-laba sangat merugikan orang lain dan tidak mensyukuri nikmat yang telah didapatkannya, ia tidak lagi berpikir tentang sekitarnya dan mereka tidak lagi membutuhkan berpikir apa, siapa, kapan, dan di mana. Apa yang ia pikirkan hanyalah untuk kepentingan dan kesenangan pribadi.

Budaya terakhir adalah "budaya lebah". Budaya ini harus jadi cermin bagi seorang Muslim karena budaya lebah tidak merusak dan tidak merugikan orang lain, bahkan sangat dibutuhkan. Budaya lebah diibaratkan Nabi saw sebagai "Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali bermanfaat dan berguna bagi orang lain, dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya."


capture from :republika

Rabu, 13 Agustus 2008

matamuu


berkisah tentang si arief kecil..
yang bercita tinggi, namun tak mampu tuk menggapainya.. "mungkin ini memamng jalan takdirnyaa.." bekerja disebuah kafe tenda gaul... yg pengunjungnya berdasi en berduid tebal..

dirinya sudah berusaha dgn sekuat tenaga..tuk menjadi yg terbaik.. namun apa daya.. sang bos.. bagaikan "habis manis.. sepah dibuangnya".. sempak lah tuh si boss..kata si arief.
keseharianya yg berjuang melawan takdir waktunya.. agar hari esok lebih baikk adalah hanya khayalan, jika dia masih disana..ada yang bilang.."sampe botak juga kg bakalan bisa..". emang dasar bosnya yg ber free style narsiz abiez.. dan si bos itu menyukai pegawai barunya.. dgn dimanja dan di timang2..(kyk bayi ajha)..
sudah gajinya ngepass, pun di potong pulak... sabar dah tetap tegar nakK.." apapun itu.. adalah kenyataan pahit yg harus engkau terima.. Apakah perjuangannya sampai sini ajha..? dan perjuangannya pun diteruskannya.. karena cinta kepada "teman2 yg telah membuatnya tegar disana.." karena cinta.. mereka tetap ada..karena cinta.. mereka pun akan hilang..

"..langit pun tersenyum sekali lagi kepada bumi dan untuk yang terakhir kali.."

Sabtu, 02 Agustus 2008

Pendakian yang Melelahkan



Dikisahkan, Imam Ali bin Abi Thalib dan istrinya, Fatimah, pernah didatangi oleh pengemis selama tiga hari berturut-turut. Mereka meminta makanan yang semula disiapkan oleh pasangan suami-istri itu untuk buka puasa. Keduanya dengan senang hati memberikan makanan itu meskipun mereka sendiri sangat membutuhkannya.

Peristiwa tersebut, menurut keterangan banyak pakar tafsir, telah menjadi penyebab turunnya ayat ini, ''Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.'' (Al-Insan: 8-9).

Apa yang dilakukan Imam Ali dan istrinya itu sungguh merupakan perbuatan yang teramat mulia, meski tidak mudah. Alquran menggambarkannya sebagai pendakian yang sulit lagi melelahkan. Firman Allah SWT, ''Tetapi, dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) memerdekakan budak atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang memiliki hubungan kerabat atau orang miskin yang papa.'' (Al-Balad: 11-16).

Dalam ayat di atas, jalan yang mendaki lagi sukar itu dinamakan 'aqabah yang secara harfiah bermakna batu besar di puncak bukit. Ini berarti, tidak setiap orang dapat mencapainya, atau dengan kata lain, dibutuhkan perjuangan dan kerja keras untuk dapat mencapai puncaknya. 'Aqabah juga bermakna batu cadas dalam sumur yang sering menghancurkan timba. Pendeknya, 'aqabah adalah metafor untuk kebaikan yang membutuhkan perjuangan dan kerja keras lagi melelahkan. Sebagai pendakian yang melelahkan, dukungan dan bantuan kepada orang-orang lemah itu tak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Dalam ayat-ayat berikutnya dalam surat Al-Balad itu, disebutkan bahwa orang yang mampu melakukan pendakian itu hanyalah orang yang memiliki tiga syarat berikut ini.

Pertama, iman dalam arti komitmen ketuhanan dan kemanusiaan yang tinggi. Kedua, sabar dalam arti tabah dan tahan uji dalam menghadapi kesulitan. Ketiga, kasih sayang (marhamah) dalam arti simpati dan empati yang ditunjukkan melalui pemberian pelayanan dan perlindungan bagi orang-orang lemah.

Bantuan kepada orang-orang lemah dalam ayat di atas dilakukan dalam bentuk pemberian makanan. Ini tentu hanyalah contoh, karena orang miskin, anak yatim, dan anak telantar juga perlu sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan jaminan keamanan. Bantuan itu harus diberikan dalam bentuk program yang lebih komprehensif untuk meningkatkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia.

Program ini merupakan tugas dan misi kenabian. Sebagai kaum beriman kita harus melanjutkan tugas suci ini. Diakui, tugas ini berat dan melelahkan. Namun, itulah pendakian yang harus dilakukan jika kita benar-benar berharap kemuliaan dari Allah SWT. Wallau a'lam.

darii : http://republika.co.id/launcher/view2/mid/161/news_id/2029